Selamat Datang diblog Belajar Belajar dan Berbagi.

Di blog ini, Saya akan berbagi informasi tentang dunia pendidikan dan informasi lainnya yang bermanfaat bagi kita semua. Semoga Blog ini dapat bermanfaat bagi kawan-kawan semua. Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Sabtu, 19 Oktober 2024

SD Negeri Sungai Rangas Ulu mengikuti Festival Tunas Bahasa Ibu Tingkat Kabupaten Banjar


Alhamdulillah Siswa kami yang bernama M. Arif Rahman dari SD Negeri Sungai Rangas Ulu, mampu meraih prestasi pada lomba FTBI tingkat Kabupaten Banjar dan meraih juara 1 pada perlombaan menulis kisah handap.

Dan karena siswanya sudah pulang duluan, maka dalam menerima piala saya mewakili dari siswanya untuk menerima penghargaan dari dinas pendidikan.

Semoga berhasil di tingkat provinsinya...



Senin, 19 Agustus 2024

Kenampakan Alam Bumi Kita

Coba kalian lihat permukaan Bumi kita.



Berdasarkan penelitian dari para ilmuan, bentuk permukaan Bumi kita tidaklah datar dan mulus tetapi bermacam-macam bentuknya. Ada daerah yang menonjol, ada yang cekung, ada yang terisi air dan ada juga yang kering. Selain itu ada juga daerah yang gersang dan penuh tanaman.

Bumi kita terbagi menjadi 3 yaitu litosfer, hidrosfer dan atmosfer
  • Litosfer (Daratan) adalah lapisan bumi yang padat
Bentuk dataran 
  1. Dataran Tinggi adalah wilayah dataran yang luas dengan ketinggian mencapai 300-600 meter diatas permukaan air laut.
  2. Dataran Rendah adalah wilayah yang datar yang memiliki ketinggian 0-200 meter di atas permukaan air laut.

  3. Gunung merupakan wilayah dataran yang menonjol keatas dibandingkan dengan wilayah yang ada disekitarnya yang terletak diatas 600 meter diatas permukaan air laut.

  4. Pegunungan merupakan wilayah yang berada di ketinggian 700 meter atau lebih diatas permukaan air laut dengan kawasan rangkaian gunung-gunung yang berjajar.

  5. Tanjung merupakan daratan yang menjorok ke laut. Tanjung kadang disebut dengan istilah Ujung. Tanjung yang luas disebut dengan semenanjung.

  6. Pantai adalah daerah perbatasan antara laut dengan daratan.

  

  • Hidrosfer (Perairan) adalah lapisan perairan yang menyelimuti permukaan Bumi.

Daerah permukaan Bumi yang digenangi air lebih besar sekitar 71% dari permukaan Bumi tertutup air. Seperti di lautan, danau maupun rawa-rawa.

 Bentuk Perairan sebagai berikut 

  1. Sungai adalah aliran air yang panjang berasal dari mata air dan berakhir di laut.

  2. Danau adalah genangan air yang luas yang dikelilimgi daratan.

  3. Rawa-rawa adalah lahan secara alami tergenang air secara terus menerus atau musiman.

  4. Selat adalah laut sempit diantara dua pulau.

  5. Laut merupakan perairan yang luas dengan ciri airnya asin.


  •  Atmosfer adalah udara yang menyelimuti permukaan Bumi.

Di dalam atmosfer terdapat udara yang bisa dihirup/digunakan oleh makhluk hidup untuk bernafas. Ada gas nitrogen untuk membantu tumbuhan mendapatkan nutrisi untuk kehidupan.

Di atmosfer terdapat lapisan-lapisan udara yaitu Troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer dan eksosfer. Setiap lapisan udara dibedakan berdasarkan temperaturnya dan ketinggiannya dari permukaan bumi.

Lapisan Atmosfer Bumi

  • Troposfer adalah bagian paling bawah atmosfer Bumi berkisar 0-10 km dari permukaan bumi

  • Stratosfer adalah Lapisan udara diantara 10-30 km di atas permukaan Bumi.

  • Mesosfer adalah daerah atmosfer yang terletak antara 30-50 km di atas permukaan Bumi.

  • Termosfer adalah yang terletak antara 50-400 km di atas permukaan Bumi.

  • Eksosfer adalah daerah di luar atmosfer yang terletak lebih dari 400 km di atas permukaan Bumi 

 

 

 

 

 



Senin, 12 Agustus 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

Berikut ini Rangkuman kesimpulan pembelajaran (Koneksi Antarmateri) pada modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, berdasarkan panduan pertanyaan dibawah ini

Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ?

Ki Hajar Dewantara mencetuskan filosofi pratap triloka terdiri : 

  1. Ing ngarso sung tuladha (didepan memberi teladan)
  2. Ing madya mangun karsa (ditengah memberi motivasi)
  3. Tut wuri handayani (dibelakang memberi dukungan)
Berdasarkan filosofi pratap triloka tersebut, maka sebagai seorang pemimpin dalam dirinya harus memiliki tiga nilai yang ada di pratap triloka yaitu menjadi teladan, motivator dan pemberi dukungan kepada murid-muridnya maupun yang ada di lingkungan sekitar. Sehingga seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan dapat menghasilkan keputusan yang tepat, bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Dengan keputusan tersebut dapat memperkuat karakter murid.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan ?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang guru berupa nilai-nilai kebajikan yang tentunya akan berpengaruh pada pembentukan karakter diri seseorang serta cara pandangnya terhadap situasi atau masalah yang dihadapi seorang guru dalam mengambil keputusan. Sehingga dapat mengidentifikasi dan menganalisis kasus atau masalah baik berupa dilema etika maupun bujukan moral yang dihadapi, untuk dapat menerapkan paradigma, prinsip dan melakukan pengambilan dan pengujian keputusan yang berani, percaya diri serta menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan dan berpihak pada murid.

Seorangn guru harus memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid yang dalam pengambilan keputusannya bertanggung jawab, meminimalkan resiko bagi semua pihak dan tentunya berpihak pada murid.

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil ? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut ? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya

Kegiatan coaching adalah kemampuan dalam menggali potensi dari seseorang untuk mencapai tujuannya atau memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Dalam kegiatan coaching diperlukan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, sikap positif, mendengarkan dan memotivasi yang dalam penerapannya menggunakan alur TIRTA. Dengan menggunakan alur TIRTA, kita dapat mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang terjadi serta menggalil potensi atau permasalahan yang terjadi yang didalamnya juga memuat pemecahan masalah yang terjadi secara sistematis. Dengan mengkombinasikan sembila langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi kita terhadap keputusan yang kita ambil sehingga ketika pengambilan keputusan tersebut tidak ada rasa keraguan dalam diri untuk mengambil keputusan tersebut karena telah menerapkan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang didukung dengan kegiatan coaching yang didalamnya telah mengidentifikasi, analisis serta memaksimalkan potensi yang ada pada diri seseorang dalam memecahkan masalahnya sendiri, yang nantinya tidak akan ada menimbulkan pertanyaan lagi pada dirinya ketika sudah mengambil keputusan tersebut.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan meyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika ?

Kemampuan guru dalam mengelola aspek sosial emosional dapat membantu dalam mengidentifikasi dan pemecahan masalah dilema etika dengan tepat dan bijaksana dalam pengambilan keputusan. Seorang guru harus memiliki kesadaran diri yang baik serta menunjukkan integritas dan tanggung jawab dalam memutuskan masalah yang berkaitan dengan dilema etika. Selain itu, kesadaran penuh dalam mengahadapi dilema etika juga harus dimiliki oleh seorang guru dalam pengambilan keputusan sehingga dari keputusan yang diambil dapat menciptakan lingkungan sekolah yang positif, kondusif, aman dan nyaman serta setiap pengambilan keputusan memperhatikan keberpihakan pada murid dengan meminimalkan resiko yang terjadi pada banyak pihak.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik ?

Ketika seorang pendidik dihadapkan dengan kasus-kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika maka secara sadar atau tidak sadar, seorang pendidik akan terpengaruh pada nilai-nilai yang dianutnya dalam mengambil keputusan. Karena nilai-nilai kebajikan yang dimilikinya akan menjadi dasar seorang pendidik dalam mempertimbangkan sebuah keputusan yang akan diambil. Jika nilai-nilai yang dianutnya adalan nilai-nilai yang positif maka keputusan yang diambil akan tepat dan dapat dipertanggung jawabkan, namun jika sebaliknya nilai-nilai yang dianut tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambil cenderung hanya sebatas keputusan secara pribadi dan tidak keberpihakan kepada murid.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif , kondusif, aman dan nyaman.

Dalam pengambilan keputusan tentunya akan berdampak pada sekolah dan lingkungan kita berada sehingga dalam membuat keputusan harus mempertimbangkan segala sesuatunya termasuk konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Jika keputusan yang kita ambil merupakan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan maka tentu akan terwujudnya lingkungan yang diharapkan yaitu lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Namun jika kita kurang tepat dalam pengambilan keputusan maka konsekuensinya bisa berdampak buruk pada lingkungan sekolah serta warga sekolah maupun di lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan rasa ketidak nyamanan dan terkesan tidak aman bagi warga sekolah dari keputusan tersebut. Sehingga dalam mengambil keputusan diperlukannya pradigma dilema etika, prinsip-prinsip pengambilan keputusan serta melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan agar dapat mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda ?

Tantangan-tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjelankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini adalah pada karakter masyarakat dan budaya di lingkungan setempat. Sehingga hal ini menjadi pertentangan-pertentangan dalam menentukan paradigma yang dipilih saat mengambil keputusan pada kasus dilema etika, karena akan berkaitan nilai-nilai kebajikan yang dianut dan budaya serta karakteristik masyarakat di lingkungan sekolah. Berdampak pada perubahan paradigma yang dibuat tidak akan langsung diterima dengan baik dan mudah, namun diperlukan secara perlahan-lahan untuk melakukan perubahan dengan berbagai kebijkan yang diambil dalam setiap keputusan.

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita ? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda ?

Menurut pendapat saya, pengaruh dari pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid kita adalah semuanya tergantung pada keputusan yang kita ambil. Apabila keputusan yang kita ambil adalah pembelajaran yang berpihak pada murid dengan menggunakan metode, model serta media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid sehingga yang kita lakukan adalah pembelajaran yang memerdekakan murid sesuai dengan kodrat dan potensi yang dimilikinya.

Dalam memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang berbeda-beda adalah dengan menerapkan pembelajaran yang berdiferensiasi dengan melihat kesiapan belajar, minat nelajar dan gaya belajar anak yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid yang didalamnya juga terdapat aspek sosial dan emosional murid sehingga mampu memerdekakan murid baik secara kognitif, efektif maupun psikomotorik.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya ?

Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran tentunya akan berdampak pada masa depan murid-muridnya, ketika seorang pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, tentu murid akan menjadi pembelajar yang merdeka, mandiri, kreatif dan inovatif. Sehingga ketika pengambilan keputusan yang berpihak pada murid maka perlu mengidentifikasi dan menganalisis dampak yang terjadi ke depannya. Dari hal tersebut diperlukan kebijakan seorang pemimpin pembelajar dalam mengambil keputusan yang tepat untuk dapat membawa perubahan murid mencapai potensi yang dimilikinya, yang keputusan tersebut haruslah berpihak pada murid dan bertanggung jawab yang nantinya akan membantu murid-murid dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul 3.1 ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya ?

Untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid maka seorang pemimpin pembelajaran dapat menerapkan prinsip pratap triloka Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus menjadi teladan dan penuntun bagi murid-muridnya, sehingga dalam mengambil keputusan berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan, nilai yang berpihak pada murid serta bertanggung jawab dan seorang pemimpin pembelajar harus memiliki nilai-nilai guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, kreatif dan berpihak pada murid.

Dalam mengambil keputusan, perlu adanya pertimbangan pada visi, misi sekolah, budaya dan nilai sebagai pengambilan keputusan di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran yang diberikan kepada murid sesuai dengan kebutuhan belajar murid dengan memperhatikan kesiapan belajar, minat belajar dan gaya belajar anak dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Sehingga dapat mengarahkan murid dalam mengembangkan potensi belajarnya melalui keputusan yang tepat dalam memberikan pembelajaran yang hal ini akan menentukan masa depan anak ke depannya.

Kompetensi sosial dan emosional diperlukan seorang pemimpin pembelajaran dalam kematangan untuk mengambil keputusan karena ketika seorang pemimpin pembelajaran berada pada situasi dilema etika maka seorang pemimpin pembelajar dapat menggunakan prinsip kesadaran penuh atau mindfullness untuk secara sadar melihat permasalah yang ada untuk konsekuensi dari keputusan yang akan diambil yang lebih berpihak pada murid dan meminimalkan resiko yang terjadi.

Untuk melakukan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin dengan melakukan analisis pada kasus dilema etika dan bujukan moral yang telah dipelajari. Berdasarkan pembelajaran yang telah saya pelajari dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan 4 pradigma dilema etika yaitu :

  1. Individu lawan kelompok 
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan
  3. Kebenaran lawan kesetiaan
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang
Selain itu dalam pengambilan keputusan harus memiliki 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu :
  1. Berpikir berbasis hasil akhir
  2. Berpikir berbasis peraturan
  3. Berpikir berbasis rasa peduli
Pada modul ini, saya mempelajari bahwa dalam mengambil keputusan yang mengandung unsur nilai-nilai kebajikan maka perlu untuk melakukan identifikasi terhadap kasus tersebut dengan melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga ketika keputusan yang dibuat adalah keputusan yang terbaik dan meminimalisirkan keraguan dalam pengambilan keputusan. 

Adapun 9 langkah dalam pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan sebagai berikut :
  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai- yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan 
  4. Pengujian benar atau salah yang didalamnya ada uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan / idola 
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat keputusan
  9. Liat lagi keputusan dan refleksikan
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini yaitu : dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan ?

Bahwa dalam pengambilan keputusan perlu memperhatikan 4 pradigma dilema etika yaitu :

  1. Individu lawan kelompok 
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan
  3. Kebenaran lawan kesetiaan
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang
Selain itu dalam pengambilan keputusan harus memiliki 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu :
  1. Berpikir berbasis hasil akhir
  2. Berpikir berbasis peraturan
  3. Berpikir berbasis rasa peduli
Dari 4 paradigma dilema etika dan 3 prinsip pengambilan keputusan, hal ini akan menjadi penentu kita dalam dalam mengambil keputusan. Paradigma mana yang akan diambil serta prinsip mana yang diambil berdasarkan masalah yang dihadapi tersebut. Untuk menjawab hal itu maka diperlukannya perlu untuk melakukan identifikasi terhadap kasus tersebut dengan melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga ketika keputusan yang dibuat adalah keputusan yang terbaik dan meminimalisirkan keraguan dalam pengambilan keputusan. 

Adapun 9 langkah dalam pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan sebagai berikut :
  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai- yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan 
  4. Pengujian benar atau salah yang didalamnya ada uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan / idola 
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat keputusan
  9. Liat lagi keputusan dan refleksikan
Hal-hal yang menurut saya diluar dugaan adalah ketika dalam mengambil keputusan hanya perlu mengidentifikasi, menganalisis serta melihat banyaknya kebermanfaatan bagi orang banyak dan tentunya berpihak pada murid. Namun ternyata ada banyak hal yang harus dipertimbangkan yaitu 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan untuk melakukan hal tersebut perlu 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan tersebut yang tentunya jika hal tersebut telah dilakukan tidak ada keraguan dalam mengambil keputusan tersebut.

Sebelum mempelajari modul 3.1 ini, pernahkan Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema ? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul 3.1 ini ?

Sebelum mempelajari modul 3.1 ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema, namun yang saya lakukan tidak melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Namun berdasarkan hasil keputusan bersama yang sebelum memutuskan keputusan tersebut kami melihat siapa yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta, yang kemudian membuat Investigasi Opsi Trilema dan kemudian dibuat keputusan. 

Ada bedanya saat saya telah mempelajari modul ini saya tidak benar-benar melakukan pengambilan dan pengujian keputusan dengan tepat karena yang saya lakukan tidak ke 9 langkah dalam pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan, yaitu saya tidak melakukan langkah pertama mengenali ada nilai-nilai yang saling bertentangan, kemudian langkah ke empat pengujian benar atau salah yang didalamnya melakukan uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan, kemudian langkah ke lima pengujian paradigma benar lawan benar, tidak melakukan prinsip resolusi dan terakhir tidak melihat kembali keputusan dan merefleksikannya.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini ?

Pada pembelajaran modul 3.1, tentu sangat berdampak bagi saya. memberikan saya pengetahuan dan wawasan mengenai cara pengambilan keputusan yang tepat, namun tidak hanya itu saja, ternyata pada keputusan yang kita ambil pun harus kita lakukan pengujiannya untuk meminimalkan resiko yang terjadi. Sehingga dalam hal ini saya sangat bersyukur sekali bisa mempelajari materi ini agar ke depannya dalam mengambil keputusan tidak ada keraguan lagi karena dengan melihat banyaknya pertimbangan yang harus dilakukan untuk mendasari dalam pengambilan keputusan tersebut. 

Ketika saya sudah mempelajari modul 3.1 ini, tentu akan ada perubahan dalam cara saya mengambil keputusan yaitu dengan melihat 4 paradigma dilema etika dan 3 prinsip pengambilan keputusan yang tentunya hal ini dilakukan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Sehingga setiap keputusan yang akan diambil sudah tepat dengan berbagai pertimbangan selalu berpihak pada murid dan tidak ada keraguan di dalamnya serta dapat dipertanggung jawabkan.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin ?

Bagi saya, modul ini sangat penting baik sebagai seorang individu maupun seorang pemimpin, karena setiap individu ataupun pemimpin tentunya akan menghadapi situasi dilema etika maupun bujukan morah, sehingga ketika akan mengambil keputusan tentu harus melakukan identifikasi dan menganalisis setiap kasus yang dihadapi. Dan dalam hal ini pembelajaran modul ini sangat berharga mengajarkan tentang 4 paradigma dilema etika yang terjadi, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambiland an pengujian keputusan. Agar seorang pemimpin maupun individu dapat mengambil keputusan tanpa ada keragu-raguan dalam dirinya ketika telah melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan tersebut. 







Sabtu, 10 Agustus 2024

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

Model refleksi yang akan saya gunakan modul 3.1 Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin menggunakan segitiga refleksi.


Berikut saya refleksikan pembelajaran yang telah saya pelajari berdasarkan panduan pada model segitiga refleksi sebagai berikut :

Setelah pembelajaran modul ini, akhirnya saya mampu untuk melakukan praktik pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin dengan melakukan analisis pada kasus dilema etika dan bujukan moral yang telah dipelajari. Berdasarkan pembelajaran yang telah saya pelajari dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan 4 pradigma dilema etika yaitu :

  1. Individu lawan kelompok 
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan
  3. Kebenaran lawan kesetiaan
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang
Selain itu dalam pengambilan keputusan harus memiliki 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu :
  1. Berpikir berbasis hasil akhir
  2. Berpikir berbasis peraturan
  3. Berpikir berbasis rasa peduli
Pada modul ini, saya mempelajari bahwa dalam mengambil keputusan yang mengandung unsur nilai-nilai kebajikan maka perlu untuk melakukan identifikasi terhadap kasus tersebut dengan melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga ketika keputusan yang dibuat adalah keputusan yang terbaik dan meminimalisirkan keraguan dalam pengambilan keputusan. 

Adapun 9 langkah dalam pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan sebagai berikut :
  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai- yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan 
  4. Pengujian benar atau salah yang didalamnya ada uji legal, uji regulasi/standar profesional, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan / idola 
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat keputusan
  9. Liat lagi keputusan dan refleksikan
Setelah pembelajaran Modul ini, saya memahami bahwa dalam menghadapi permasalahan yang mengandung unsur dilema etika atau bujukan moral, maka yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan menganalisis kasus tersebut dengan menggunakan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang didalamnya telah termuat 4 paradigma dilema etika dan 3 prinsip pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan guna meminimalisir keraguan dalam pengambilan keputusan dilema etika yang dihadapi serta dapat mengukur efektivitas pengambilan keputusan.

Perasaan saya setelah pembelajaran modul 3.1 ini adalah saya merasa senang dan bahagia karena saya mendapatkan pengetahuan baru dalam mempelajari dan memahami cara pengambilan keputusan yang mengandung unsur-unsur dilema etika dan bujukan moral, sehingga dapat mengambil keputusan tanpa rasa keraguan di dalamnya jika telah melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai bahan ukur efektivitas pengambilan keputusan. Selain itu saya juga merasa mendapatkan wawasan dan pengalaman baru dari hasil kegiatan wawancara yang telah saya lakukan kepada ke 2 kepala sekolah dalam menangani atau menghadapi setiap kasus dilema etika di sekolah.

Setelah pembelajaran modul 3.1 ini, maka target saya selanjutnya adalah saya dapat menerapkan dan mengimplementasikan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma dilema etika dan 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sesuai dengan konsep yang telah saya pelajari. Selain itu, ketika saya dihadapkan pada kasus dilema etika ataupun bujukan moral maka saya dapat membuat keputusan yang tepat yang didalamnya tidak menimbulkan keraguan dalam pengambilan keputusan, ketika telah menerapkan keputusan berdasarkan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan melakukan identifikasi dan analisis kasus dengan melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.


Rabu, 24 Juli 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Koneksi antar materi modul 2.3 Coaching Supervisi Akademik


Coaching merupakan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, diama coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Tujuan coaching adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehandaki dan membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengantarkan melalui mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan serta membuat keputusan sendiri.

Proses coaching merupakan sebagai bentuk komunikasi pembelajaran yang dilakukan guru dan murid, yang memberikan kebebasan untuk menemukan kekuatannya sendiri yang ada pada dirinya melalui peran guru yang menuntun muridnya dan memberdayakan potensi yang ada pada murid.

Paradigma Berpikir Coaching

  1. Fokus pada coachee atau rekan yang akan dikembangkan
  2. Bersikap terbuka dan ingin tahu
  3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
  4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Prinsip Coaching
  1. Kemitraan
  2. Proses Kreatif
  3. Memaksimalkan Potensi
Kompetensi Inti Coaching 
  1. Kehadiran Penuh adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee sehingga badan dan pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching
  2. Mendengarkan aktif, seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching fokus pada pusat komunikasi adalah pada diri coachee yakni mitra bicara.
  3. Mengajukan pertanyaan berbobot, pertanyaan yang dilakukan dapat membuat seorang coach untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan dan kompetensi.
Mendengarkan Dengan RASA

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize dan Ask



Alur Titra sebagai Model Coaching



Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Dalam pelaksanaannya ada 2 paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni 
  1. Paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan
  2. Optimalisasi potensi setiap individu
Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).

Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, refelektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif yang mencakup tujuan proses supervisi akademik.

Pemikiran Reflektif Terkait Coaching

Pengalaman belajar pada modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik merupakan hal baru bagi saya, pada modul ini saya belajar mengenai coaching yang merupakan salah satu metode pengembangan diri. Metode coaching ini pun dianggap cocok dalam dunia pendidikan untuk diterapkan untuk dapat menggali potensi yang dimiliki seorang untuk memaksimalkan kekuatan dirinya dalam pembelajaran.

Pada modul ini saya belajar tentang menggali potensi pengetahuan mengenai coaching, pengalaman supervisi yang telah saya alami dan terkait keterampilan coaching tersebut. Selain itu saya juga belajar mempraktikkan melakukan percakapan coaching dengan menggunakan alur TIRTA yang dalah hal ini berupaya untuk memberdayakan guru dan mendorong mereka mencapai potensi maksimalnya. Saya juga belajar bagaimana mengikuti alur TIRTA : Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung Jawab

Dalam melakukan coaching, saya harus memiliki kompetensi berikut yaitu kehadiran penuh mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot. Ternyata untuk melakukan hal itu semua, tidak semudah yang saya bayangkan. Terutama pada kompetensi mengajukan pertanyaan berbobot, ada beberapa hal yang harus kita lakukan yaitu selalu mengajukan pertanyaan terbuka yang berasalkan dari mendengarkan dan yang tidak kalah pentingnya adalah pada kompetensi mendengarkan aktif kita tidak boleh untuk memunculkan judgment, asumsi atau asosiasi. Dan hal ini menjadi perhatian bagi saya, karena harus berusaha untuk tidak melakukan hal tersebut.

Perasaan yang saya rasakan selama proses belajar adalah saya termotivasi dan optimis dapat menerapkan pendekatan coaching dalam supervisi akademik baik kepada murid maupun guru, walau ada rasa kekhawatiran tentang kemampuan saya dalam mempraktikkan teknik coaching yang telah saya pelajari. Sehingga saya perlu banyak latihan dalam melakukan praktik percakapan coaching ini, agar semakin terasah kemampuan saya sebagai coach untuk kehdairan penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.

Yang sudah baik yang saya lakukan berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar adalah saya telah dapat menerapkan beberapa teknik coaching baik dalam ruang kolaborasi maupun demonstrasi kontekstual dengan menggunakan alur tirta dan memiliki kompetensi inti serta prinsip coaching baik sebagai coach, coachee mapun observer (pengamat). Yang tentunya hal ini menjadi bekal saya untuk dapat saya terapkan di sekolah saya baik kepada rekan kerja atau murid saya untuk pengembangkan kompetensi dirinya. Sedangkan yang perlu saya perbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar adalah saya perlu meningkatkan kemampuan saya pada 2 kompetensi mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot serta sesuai dengan alur TIRTA. Agar percakapan coaching dilakukan lebih mendalam lagi untuk dapat menggali potensi atau kekuatan dari diri coachee tersebut.

Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi saya adalah dengan penerapan coaching untuk supervisi akademik hal ini akan membantu saya menjadi pribadi yang baik yang mampu memahami orang lain dari sudut pandang yang berbeda, selain itu juga mampu untuk dapat menuntun diri dan orang lain untuk menggali kekuatan dan potensi yang ada pada dirinya untuk mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Praktik caoching supervisi akademik memberikan pengalaman kepada saya untuk dapat menerapkan di sekolah, sehingga praktik coaching dapat meningkatkan kompetensi saya sebagai pemimpin pembelajaran dan dapat menjadi bekal saya untuk dapat membantu murid maupun rekan sejawat dalam mengembangkan kompetensi yang ingin dicapainya.

Analisis yang saya lakukan untuk implementasi dalam konteks CGP 

Dari awal pembelajaran pada modul 2.3 ini, saya sudah sangat tertarik pada topik yang akan saya pelajari ini, karena ada kegundahan yang menjadi pertanyaan saya, coaching adalah proses kolaborasi antara coach dan coachee, nah jika seorang coach gagal dalam menjalin kepercayaan kepada coachee, hal seperti apa yang perlu dilakukan agar kegiatan coaching tersebut dapat dilaksanakan dan benar-benar efektif dan terbuka. Karena, jika seorang coachee tidak memiliki kepercayaan kepada seorang coach jelas praktik coaching ini tidak akan dapat menggali dari potensi atau kekuatan coachee tersebut karena tidak memiliki kepercayaan. Sehingga seorang coach bukan hanya paham mengenai nilai dan peran guru penggerak atau hanya sebatas memiliki label seorang guru penggerak karena memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai nilai dan guru penggerak serta praktik coaching tersebut sehingga merasa dirinya mampu untuk melakukan coach kepada orang lain namun yang diharapkan adalah dapat menerapkan nilai dan peran guru penggerak tersebut pada dirinya agar dapat menjadi teladan bagi murid dan rekan sejawatnya. Jika hal tersebut dapat diterapkan dengan baik maka tentu seseorang dengan rela hati untuk di coaching untuk menjadi bagian pengembangan diri seseorang.

Kegiatan coaching dalam supervisi akademik akan menunjang peran guru sebagai pemimpin pembelajaran yang akan mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga siswa bisa memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan dilakukannya coaching dalam supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru sehingga kinerha mereka meningkat dan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada murid tercapai dengan lebih baik.

Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP

Selama ini supervisi akademik hanya berfokus pada pengawasan dan penilaian sehingga guru kurang bisa dalam mengembangkan potensi dirinya dan cenderung merasa cemas, bahkan ketakutan saat akan dilakukan supervisi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengubah mindset supervisi dilakukan untuk proses pengembangan potensi dari guru.

Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi

  1. Melakukan sosialisasi kepada kepala sekolah dan rekan sejawat mengenai konsep coaching supervisi akademik.
  2. Membuat artikel atau video tentang penjelasan coaching supervisi akademik di media sosial.
Membuat Keterhubungan

Pengalaman Masa Lalu
Sebelumya saya saat dilakukan supervisi akademik kepala sekolah atau atasan melakukan coaching lebih cenderung dalam memberikan solusi dan saran dalam perbaikan pembelajaran yang dilakukan saat dilakukan supervisi akademik.

Penerapan di Masa Mendatang 
Sebagai pemimpin pembelajaran, saya akan menerapkan prinsip-prinsip coaching terhadap murid dan rekan sejawat yang memerlukan pendampingan dari saya. Prinsip coaching ini sangat diperlukan dalam supervisi akademik di sekolah sehingga supervisi tidak hanya sebatas penilaian dari guru namun juga bisa menjadi pengembangan potensi diri guru secara maksimal guna perbaikan kualitas pembelajaran kepada murid.

Harapan ke depannya, kegiatan supervisi akademik dapat menjadi salah satu komponen utama dalam upaya sistematis untuk meningkatkan kompetensi guru dalam aspek akademik. Prinsip-prinsip coaching seperti kemitraan yang erat, pemanfaatan proses kreatif dan peningkatan potensi harus diterapkan secara efektif dalam setiap supervisi. Dengan demikian supervisi tidak hanya menjadi penilaian rutin yang dilakukan oleh kepala sekolah atau atasan tetapi juga menjadi sarana pengembangan berkelanjutan yang memungkinkan guru untuk mencapai potensi akademik yang ingin mereka capai.


Konsep atau Praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari 

Pada modul 2.1 pembelajaran berdiferensiasi, saya belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi kebutuhan belajar siswa. Tujuannya adalah siswa bisa mengembangkan potensi dirinya. Hal ini juga dapat dilakukan dengan praktik coaching untuk dapat menggali potensi coachee untuk dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga mereka dapat mengidentifikasi solusi mereka sendiri untuk dapat mengatasi tantangan yang ingin mereka capai.

Pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE), saya mempelajari berbasis sosial dan emosional. Salah satu materinya adalah praktik mindfulness yang bisa mewujudkan kesadaran diri. Dalam kegiatan praktik coaching, praktik mindfulness dapat diterapkan untuk mendukung kompetensi inti coaching, yakni kesadaran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot. Selain itu dapat juga menggunakan teknik STOP yang digunakan untuk menciptakan lingkungan agar lebih kondusif. Hal ini diperlukan agar dapat menjadi lebih fokus dan hadir sepenuhnya saat melakukan proses coaching.

Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP

Coaching untuk pemberdayaan : membangun pola pikir coaching di sekolah
Prinsip-prinsip coaching dan pola pikir coaching yang penting untuk membangun budaya coaching di sekolah

Prinsip-prinsip coaching, coaching bukan tentang memberi tahu atau menghakimi, coaching adalah tentang bermitra mendengarkan dengan penuh perhatian dan membantu rekan atau murid dalam menemukan solusi mereka sendiri.

3 Prinsip utama coaching 
  1. Kemitraan, bermitra dengan rekan pendidik bukan menjadi atasan mereka
  2. Percakapan dua arah, mendengarkan dengan seksama dan terlibat dalam percakapan yang terbuka dan kolaboratif
  3. Memaksimalkan potensi, membantu rekan pendidik menemukan kekuatan dan potensi mereka untuk mencapai tujuan mereka.
Pola pikir coaching adalah kunci untuk menjadi coach yang efektif.

4 Pola pikir coaching yaitu 
  1. Fokus pada rekan pendidik, fokus pada individu dan kebutuhan mereka bukan pada masalah atau kekurangan mereka.
  2. Terbuka dan ingin tahu, selalu ingin belajar lebih banyak dan memahami perspektif rekan pendidik.
  3. Kesadaran diri, menyadari pikiran, perasaan dan bias kita dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi interaksi kita dengan rekan pendidik.
  4. Melihat peluang baru, fokus pada masa depan danmembantu rekan pendidik melihat peluang baru untuk berkembang.
Manfaat coaching sebagai berikut 
  1. Meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar murid, 
  2. Meningkatkan motivasi dan keterlibatan guru
  3. Meningkatkan kolaborasi dan komunikasi antar guru
  4. Menciptakan budaya belajar yang positif dan suportif.

Jumat, 05 Juli 2024

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional

Model refleksi yang akan saya gunakan berbeda dengan model refleksi sebelumnya, kali ini saya akan menggunakan model refleksi segitiga refleksi pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional


Adapun cara saya melakukan identifikasi pada segitiga refleksi ini, mengenai pembelajaran yang telah saya pelajari berdasarkan panduan dibawah ini


  • Setelah pembelajaran hari ini, akhirnya saya mampu untuk mempelajari dan memahami 5 kompetensi sosial dan emosional, yang diantaranya kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Selain itu cara dalam menyikapi, memproses dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi tertentu yang sedang dihadapi dengan mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness) dengan berbagai teknik yang bisa dilakukan seperti teknik STOP, mendengarkan atau memainkan alat musik, menggambar atau melukis serta membuat tulisan tentang perasaan yang muncul. Hal ini dilakukan untuk terwujudnya kesejahteraan psikologis (well-being) pada ekosistem sekolah yang tentunya diimplementasikan pada pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah.

  • Setelah pembelajaran hari ini, saya memahami bahwa Pembelajaran sosial dan emosional sangatlah penting bagi pendidik, tenaga pendidik dan murid dalam menerapkan 5 kompetensi sosial dan emosional untuk mewujudkan sekolah yang aman dan nyaman bagi setiap warga sekolah. Sehingga dalam hal ini diperlukannya kolaborasi antar guru dan murid dalam penerapan pembelajaran sosial dan emosional serta kolaborasi antar guru dan guru sehingga guru dapat menjadi model atau teladan bagi muridnya dalam penerapan kompetensi sosial dan emosional di sekolah dan terwujudnya iklim sekolah yang nyaman dan aman serta budaya sekolah yang positif.

  • Perasaan saya setelah pembelajaran modul 2.2 ini adalah saya merasa senang dan bahagia, hal ini menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi saya dalam memberikan kebutuhan belajar murid, yang mungkin hal ini sudah saya lakukan tanpa saya sadari, namun dengan pembelajaran sosial dan emosional ini saya lebih dikuatkan lagi pemahaman saya sehingga saya bisa untuk mengembangkan kompetensi sosial dan emosional di kelas dan sekolah, mengintegrasikan dalam pembelajaran praktik mengajar dan kurikulum akademik, sehingga akan tercipta iklim sekolah dan budaya sekolah serta adanya penguatan kompetensi sosial dan emosional bagi pendidik dan tenaga kependidikan.

  • Setelah pembelajaran modul 2.2 ini, maka target saya selanjutnya adalah saya ingin memperbaiki dan tingkatkan dengan mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah yaitu dengan merancang pembelajaran yang di dalamnya terdapat kompetensi sosial dan emosional, kemudian melakukan kolaborasi dengan seluruh warga sekolah baik itu murid, guru dan tenaga kependidikan. Selain itu juga mempraktikkan kesadaran penuh untuk memperkuat 5 kompetensi sosial dan emosional sehingga akan terwujudnya well-being (kesejahteraan psikologis) sekolah yang baik dan positif. Dalam hal ini saya harus menjadi model atau teladan bagi murid dan rekan guru dalam menerapkan pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah.

Rabu, 03 Juli 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

Kesimpulan tentang perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap sebagai pemimpin pembelajaran setelah mempelajari pembelajaran sosial dan emosional

Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa dalam mengelola sosial dan emosional merupakan kemampuan yang sendirinya akan muncul dalam kegiatan pembelajaran tanpa harus kita kelola lagi. Sehingga saya lebih fokus pada penyampaian materi dan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi warga sekolah.

Setelah mempelajari modul ini ternyata pembelajaran sosial dan emosional sangatlah penting dalam melatih diri murid pada keterampilan sosial dan emosionalnya agar murid lebih matang untuk menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yaitu dengan menerapkan lima kompetensi sosial dan emosional bagi murid untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan (well-being) secara optimal.

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (wll-being), 3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah :

  1. Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
  2. Kesadaran penuh (mindfulness) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada saat kondisi saat sekarang yang dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan yang sebenarnya telah ada dalam diri manusia secara alami tanpa perlu diajarkan ataupun ditumbuhkan. Mindfulness merupakan dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional dengan metode STOP (berhenti sejenak, tarik nafas dalam, rasalam sensasi yang terjadi, selesai dan lanjutkan aktifitas)
  3. Kesejahteraan psikologis (well-being) adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan yang baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup merasa lebih bermakna serta berusaha mengeskplorasi dan mengembangkan dirinya
Perubahan yang akan saya terapkan di kelas dan sekolah sebagai berikut :
  1. Bagi murid-murid : menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid serta mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional dalam setiap pembelajaran dan pada setiap aktivitas yang dilakukan di kelas dan sekolah. Seperti mengajak murid untuk memunculkan mindfulness dengan teknik STOP serta kegiatan pembelajaran secara berkelompk maupun klasikal di kelas untuk mengembangkan 5 KSE pada murid.
  2. Bagi rekan sejawat : Saya belajar untuk melakukan refleksi KSE dan mengembangkan serta mengimplementasikannya, mempraktikkan dan menjadi teladan bagi rekan sejawat melalui praktik baik dalam menerapkan KSE di kelas dan sekolah kemudian mengajak rekan sejawat untuk berkolaborasi dalam menerapkan dan membudayakan kompetensi sosial dan emosional di kelas dan sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat : 

  1. Memahami, menghayati dan mengelola emosi (kesadaran diri)
  2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan sosial)
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Kompetensi Sosial dan Emosional terdiri dari 5 yaitu 
  1. Kesadaran Diri adalah kemampuan untuk memahami perasaan, emosi dan nilai-nilai diri sendiri dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.
  2. Manajemen Diri adalah kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.
  3. Kesadaran Sosial adalah kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya dan konteks yang berbeda-beda.
  4. Keterampilan Berelasi adalah kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif.
  5. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab adalah kemapuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasarkan atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacama-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat dan kelompok.
Well-Being
Well-being adalah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain untuk dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.




Kesadaran Penuh (Mindfulness)
Mindfulness (kesadaran Penuh) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan. Praktik paling mendasar dan sederhana adalah melatih dan menyadari nafas. Salah satu teknik melatih nafas adalah teknik STOP yang perlu dilakukan adalah :
Dengan teknik ini saraf parasimpatik menenagkan tubuh dengan memperlambat detak jantung. Mennurunkan tekanan darah, mempertajam kekuatan otak bagian atas yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi dan kesadaran sehingga akan tercipta well being.

Implementasi KSE

  1. Penerapan KSE di kelas dan sekolah
  2. Integrasi dalam pembelajaran praktik mengajar dan kurikulum akademik
  3. Penciptaan iklim sekolah dan budaya sekolah
  4. Penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan

Kaitan pembelajaran sosial dan emosional yang telah saya pelajari dengan modul-modul sebelumnya 




Kaitan Pembelajaran Sosial Emosional dengan Filosofi Pendidikan KHD

Pembelajaran Sosial dan Emosional dan filosofi pendidikan KHD sangat erat kaitannya untuk membantu anak didik mencapai keselamatan dan kebahagiaan yaitu dengan guru mampu menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah. Dengan menciptakan kondisi yang nyaman, sehat dan bahagia bagi murid. Sehingga murid dapat memiliki kesadaran diri dan mengelola emosi dengan baik, dapat berempati, berinteraksi dengan baik serta mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Hal ini akan sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yakni menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Kaitan Pembelajaran Sosial Emosional dengan Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak

Dari Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru dapat menumbuhkan nilai dan peran guru penggerak melalui Kompetensi Sosial dan Emosional pada murid dengan cara melatih dan menumbuhkan pola pikir, nilai-nilai, kepercayaan yang membentuk perilaku murid sesuai dengan karakter profil pelajar Pancasila serta menumbuhkan nilai kemandirian, terwujudnya pemimpin pembelajaran serta terjalinnya kolaborasi antar teman sejawat dalam penerapan dan membudayakan KSE di kelas dan sekolah. Selain itu guru selalu berinovasi merancang pembelajaran yang dapat mengoptimalkan perkembangan KSE murid. Sehinga melalui nilai dan peran guru penggerak akan terciptanya well-being dalam lingkungan sekolah.

Kaitan Pembelajaran Sosial Emosional dengan Visi Guru Penggerak

Dari Pembelajaran Sosial dan Emosional dapat mewujudkan visi guru penggerak dengan adanya melakukan prakarsa perubahan untuk menggali nilai-nilai positif dari dalam diri murid. Sehingga nilai-nilai positif tersebut akan dijadikan sebuah visi yang menjadi bagian sebuah kebiasaan dan budaya sekolah yang dapat memberikan pembelajaran kepada murid tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sehingga terwujudnya profil pelajar Pancasila.

Kaitan Pembelajaran Sosial Emosional dengan Budaya Positif

Dari Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru dan murid dapat memahami dan mengenali emosi dirinya masing-masing sehingga mampu mengontrol dirinya yang dalam penerapannya pada budaya positif, baik itu disiplin positif, keyakinan kelas, restitusi dan segitiga restitusi sesuai dengan kesadaran diri dan manajemen diri. Untuk menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan tentunya akan berpengaruh pada penerapan budaya positif di sekolah, Sehingga pembelajaran sosial dan emosional menjadi bagian penting dalam budaya positif di kelas dan sekolah.

Kaitan Pembelajaran Sosial Emosional dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Dari Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru dan murid dapat mengidentifikasi dan memahami perasaan dan emosi murid sehingga guru dapat memenuhi kebutuhan belajar murid yaitu kesiapan murid, minat dan profil belajar yang dalam penerapannya menggunakan strategi pembelajaran berdiferensiasi yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Sehingga dengan memperhatikan kebutuhan belajar dan menerapakan pembelajaran berdiferensiasi tentu hal ini sangat berpengaruh pada keadaan sosial dan emosional murid pada kompetensi sosial dan emosionalnya dalam kegiatan pembelajaran di kelas.




Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More